ASEAN
merupakan kerja sama antar negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Terbentuknya ASEAN didasari oleh adanya kepentingan-kepentingan bersama
dan masalah-masalah bersama di Asia Tenggara. Kerja sama yang
terjalalin yaitu dalam bidang politik , ekonomi , sosial , budaya , dan
pelatihan militer.
Selama lebih dari empat dekade
semenjak dicetuskannya Deklarasi Bangkok, ASEAN telah menjelma menjadi
kekuatan regional yang terbesar kedua di dunia setelah Uni Afrika.
Dalam perjalanannya, ASEAN terus berevolusi seiring dinamika
perkembangan global.Banyak hal yang telah dilakukan ASEAN, seperti mengoptimalisasikan kerja sama dengan PBB dan organisasi Internasional lainnya bagi membantu negara-negara anggota ASEAN yang sedang mengalami kesulitan dalam berbagai bidang. Contohnya saat penanganan bantuan kepada Myanmar pasca terjadinya Cyclone Nargis tahun 2008. Kerjasama tersebut saat ini bahkan menjadi sebuah model bagi upaya dalam penanggulangan bencana, dan diharapkan dapat menjadi dasar untuk meningkatkan kemitraan yang lebih baik.
Pada ASEAN 2011 ini, Indonesia terpilih untuk memimpin ASEAN. Kepemimpinan Indonesia ini lebih cepat dari yang dijadwalkan sebelumnya. Seharusnya Indonesia memimpin ASEAN pada tahun 2013. Ini dikarenakan karena Indonesia mempunyai peranan penting dan menetukan di ASEAN, contohnya Indonesia memiliki inisiatif untuk menghentikan perselisihan antara Negara Thailand dan Kamboja dalam masalah batas wilayah antar kedua negara. Indonesia sendiri memiliki motivasi bahwa ASEAN akan terus berkembang dan berinovasi dalam dunia Internasional serta memiliki peran aktif di dunia Internasional agar nama ASEAN terangkat di mata Internasional.
Asia mempunyai peranan penting dalam beberapa tahun terakhir, karena banyak negara-negara di Asia mampu bangkit dari krisis ekonomi global. Dan pencapaian-pencapain yang gemilang dalam hal ekonomi yang sangat berpengaruh dalam dunia Internasional, seperti Negara China pertumbuhan rata-rata ekonomi China lebih dari 10% (jauh melampaui pertumbuhan ekonomi dunia). Ini membawa China sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi terdashyat di abad ini. China saat ini menduduki posisi ke-2 dalam jumlah ekspornya dan urutan ke-3 dari jumlah impor.Negara-negara anggota ASEAN pun memiliki perekonomian yang cukup stabil dalam menghadapi krisis keuangan global pada beberapa tahun ini. Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup stabil menghadapi resesi global. Oleh karena itu Indonesia ingin menghidupkan kembali kerja sama ASEAN dengan Negara macan Asia seperi China , Jepang, dan Korea Selatan. Indonesia meyakini dengan menghidupkan kembali kerja sama dengan negara-negara tersebut, negara-negara anggota ASEAN akan sangat terbantu dalam bidang ekonomi.Indonesia sebagai pemimpin ASEAN saat ini, ingin melakukan kerja sama yaitu seperti ASEAN Economic Community (AEC). Pilar ini amat penting karena pada saatnya nanti, peredaran barang, jasa, modal dan investasi akan bergerak bebas dalam kawasan ini. Kondisi ini tentunya menyiratkan persaingan yang secara bersamaan memberikan peluang bagi seluruh negara ASEAN dengan porsi yang imbang. Lalu ASEAN Socio Cultural Community menjadi pilar yang terus diupayakan oleh ASEAN. Kedepannya, Indonesia menginginkan ASEAN untuk menjadi solusi terhadap masalah-masalah global.
Indonesia memiliki peranan penting di ASEAN namun peran itu kurang bisa dioptimalkan dan membuat Indonesia rugi. Banyak hal di ASEAN yang ditentukan oleh Indonesia, namun In donesia sendiri memiliki kekurangan dalam berbagai hal dibandingkan negara-negara di ASEAN lainnya. Seperti dalam hal inovasi teknologi otomotif yang masih kurang dibanding negara-negara anggota ASEAN lainnya ataupun pemanfaatan sumber daya alam yang masih terhambat serta pengelolaan pariwisata yang masih lambat dibandingkan Negara Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Namun, Indonesia berharap bisa menjadi pemimpin ASEAN yang membawa pengaruh positif dan menjadikan negara-negara ASEAN diperhitungkan dalam dunia Internasional serta seluruh kerja sama yang terjalin dapat menghasilkan bentuk kerja nyata bagi pembangunan ASEAN.
Konfrensi Asia Afrika
Konfrensi Asia Afrika yang pertama (KAA I) diadakan di kota Bandung pada tanggal 19 april 1955 dan dihadiri oleh 29 negara kawasan Asia dan Afrika. Konferensi ini menghasilkan 10 butir hasil kesepakatan bersama yang bernama Dasasila Bandung atau Bandung Declaration.
Dengan adanya Dasa Sila Bandung mampu menghasilkan resolusi dalam persidangan PBB ke 15 tahun 1960 yaitu resolusi Deklarasi Pembenaran Kemerdekaan kepada negara-negara dan bangsa yang terjajah yang lebih dikenal sebagai Deklarasi Dekolonisasi.
Konfrensi Asia Afrika yang pertama (KAA I) diadakan di kota Bandung pada tanggal 19 april 1955 dan dihadiri oleh 29 negara kawasan Asia dan Afrika. Konferensi ini menghasilkan 10 butir hasil kesepakatan bersama yang bernama Dasasila Bandung atau Bandung Declaration.
Dengan adanya Dasa Sila Bandung mampu menghasilkan resolusi dalam persidangan PBB ke 15 tahun 1960 yaitu resolusi Deklarasi Pembenaran Kemerdekaan kepada negara-negara dan bangsa yang terjajah yang lebih dikenal sebagai Deklarasi Dekolonisasi.
Sepuluh (10) inti sari / isi yang terkandung dalam Bandung Declaration / Dasasila Bandung :
1. Menghormati hak-hak dasar manusia seperti yang tercantum pada Piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan integritas semua bangsa.
3. Menghormati dan menghargai perbedaan ras serta mengakui persamaan semua ras dan bangsa di dunia.
4. Tidak ikut campur dan intervensi persoalan negara lain.
5. Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri baik sendiri maupun kolektif sesuai dengan piagam pbb.
6. Tidak menggunakan peraturan dari pertahanan kolektif dalam bertindak untuk kepentingan suatu negara besar.
7. Tidak mengancam dan melakukan tindak kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.
8. Mengatasi dan menyelesaikan segala bentuk perselisihan internasional secara jalan damai dengan persetujuan PBB.
9. Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama.
10. Menghormati hukum dan juga kewajiban internasional.
1. Menghormati hak-hak dasar manusia seperti yang tercantum pada Piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan integritas semua bangsa.
3. Menghormati dan menghargai perbedaan ras serta mengakui persamaan semua ras dan bangsa di dunia.
4. Tidak ikut campur dan intervensi persoalan negara lain.
5. Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri baik sendiri maupun kolektif sesuai dengan piagam pbb.
6. Tidak menggunakan peraturan dari pertahanan kolektif dalam bertindak untuk kepentingan suatu negara besar.
7. Tidak mengancam dan melakukan tindak kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.
8. Mengatasi dan menyelesaikan segala bentuk perselisihan internasional secara jalan damai dengan persetujuan PBB.
9. Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama.
10. Menghormati hukum dan juga kewajiban internasional.
PBB
Perserikatan Bangsa- Bangsa Awal
pekan ini, Indonesia berhasil terpilih sebagai anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB pada pemilihan yang dilakukan Majelis Umum PBB
melalui pemungutan suara, dengan perolehan 158 suara dukungan dari
keseluruhan 192 negara anggota yang memiliki hak pilih. Wajar bila
delegasi RI untuk PBB yang dipimpin Duta Besar Rezlan Ishar Jenie
bergembira mendapat ucapan selamat dari para kolega di ruang sidang
Majelis Umum, Senin (16/10) lalu. Ini merupakan kali ketiga Indonesia
ditunjuk sebagai anggota Dewan Keamanan PBB setelah periode 1974-1975
dan 1995-1996.
Mulai 1 Januari 2007, sebagai anggota Dewan Keamanan PBB selama dua tahun, Indonesia diberi kehormatan bersama-sama dengan lima negara besar (AS, Inggris, Prancis, China, Rusia) dan sembilan negara lain untuk memutuskan upaya-upaya mengatasi setiap konflik besar yang mengundang perhatian internasional.
Masalahnya, tidak seperti kelima negara besar tersebut, Indonesia bersama sembilan negara terpilih hanya berstatus sebagai anggota tidak tetap. Jadi, muncul pesimisme apa pun rancangan resolusi yang diusulkan anggota tidak tetap, usulan tersebut akan sia-sia bila ternyata diveto oleh salah satu dari lima anggota tetap tersebut. Namun, Indonesia jangan terjebak oleh “potensi kesia-siaan” tersebut dan sebaliknya harus memanfaatkan peluang dari statusnya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Maka yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apa keuntungan bagi Indonesia sebagai anggota Dewan Keamanan PBB dan sampai seberapa jauh Indonesia bisa memanfaatkan keuntungan itu?
Satu keuntungan yang paling menonjol dari penunjukan sebagai anggota Dewan Keamanan PBB adalah meningkatnya citra Indonesia dalam perpolitikan dan keamanan dunia. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dan jajaran Deplu boleh berbangga bahwa penunjukan sebagai anggota baru Dewan Keamanan PBB merupakan “cerminan pengakuan masyarakat internasional terhadap peran dan sumbangan Indonesia selama ini dalam upaya menciptakan keamanan dan perdamaian baik pada tingkat kawasan maupun global.”
Di sisi lain, Indonesia dapat “memberikan warna” terhadap kerja Dewan Keamanan, termasuk dalam menentukan prioritas, pendekatan serta upaya reformasi kerja Dewan Keamanan. Itu mengingat posisi Indonesia sebagai salah satu anggota yang mewakili kawasan Asia dan sekaligus wakil dari negara berkembang dan berpenduduk mayoritas muslim.
Statusnya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB dapat menjadi peluang bagi Duta Besar Rezlan dan para diplomatnya untuk lebih mudah menyampaikan kepentingan Indonesia ke sesama anggota, terutama mereka yang memiliki hak veto, dalam menyikapi masalah-masalah keamanan dunia yang selama ini menjadi perhatian utama Indonesia, mulai dari perwujudan negara Palestina merdeka hingga penerapan kesepakatan perlucutan senjata nuklir.
Reformasi DK-PBB
Namun, yang patut ditunggu adalah seberapa jauh para diplomat Indonesia nanti dapat mengakomodasi kepentingan Indonesia dan negara-negara berkembang di Dewan Keamanan PBB, yang justru lebih penting dari sekadar mengatasi konflik di negara-negara lain, yaitu bagaimana mereformasi Dewan Keamanan. Itu karena Dewan Keamanan PBB sudah sejak lama dikritik hanya milik lima negara anggota tetap dengan mengabaikan peranan 10 anggota tidak tetap saat menghadapi keputusan-keputusan penting, yang ironisnya lebih banyak menyangkut negara-negara berkembang.
Oleh karena itu, para pemimpin sejumlah negara anggota PBB, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada awal 2005 telah membentuk jaringan informal yang menyerukan agar keanggotaan tetap Dewan Keamanan PBB perlu diperluas, terutama dengan mengikutsertakan satu atau dua negara berkembang. Apalagi dalam lima tahun terakhir, perang melawan terorisme turut menjadi perhatian khusus Dewan Keamanan PBB.
Ironisnya, tidak ada satu pun negara muslim atau negara yang memiliki penduduk muslim terbesar memiliki peranan signifikan dalam dewan dunia tersebut. Padahal, sasaran perang melawan terorisme lebih sering terjadi di negara-negara Islam sehingga memunculkan stigma negatif yang berbahaya bahwa perang melawan terorisme tiada bedanya dengan perang antara Barat dengan Islam.
Singkat kata, masih ada ironi bahwa – merujuk komposisi antara anggota tetap dan tidak tetap – keanggotaan Dewan Keamanan PBB belumlah merata dan mewakili aspirasi semua negara. Maka ini menjadi tugas berat bagi Duta Besar Rezlan menghapus ironi tersebut dengan gencar melobi ke sesama anggota demi terwujudnya reformasi Dewan Keamanan PBB. Bila terwujud, keanggotaan Indonesia di Dewan Keamanan PBB sungguh membawa manfaat strategis tidak hanya bagi Indonesia, namun juga bagi banyak negara yang kepentingannya tidak terwakili di lembaga keamanan dunia tersebut.
Mulai 1 Januari 2007, sebagai anggota Dewan Keamanan PBB selama dua tahun, Indonesia diberi kehormatan bersama-sama dengan lima negara besar (AS, Inggris, Prancis, China, Rusia) dan sembilan negara lain untuk memutuskan upaya-upaya mengatasi setiap konflik besar yang mengundang perhatian internasional.
Masalahnya, tidak seperti kelima negara besar tersebut, Indonesia bersama sembilan negara terpilih hanya berstatus sebagai anggota tidak tetap. Jadi, muncul pesimisme apa pun rancangan resolusi yang diusulkan anggota tidak tetap, usulan tersebut akan sia-sia bila ternyata diveto oleh salah satu dari lima anggota tetap tersebut. Namun, Indonesia jangan terjebak oleh “potensi kesia-siaan” tersebut dan sebaliknya harus memanfaatkan peluang dari statusnya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Maka yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apa keuntungan bagi Indonesia sebagai anggota Dewan Keamanan PBB dan sampai seberapa jauh Indonesia bisa memanfaatkan keuntungan itu?
Satu keuntungan yang paling menonjol dari penunjukan sebagai anggota Dewan Keamanan PBB adalah meningkatnya citra Indonesia dalam perpolitikan dan keamanan dunia. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dan jajaran Deplu boleh berbangga bahwa penunjukan sebagai anggota baru Dewan Keamanan PBB merupakan “cerminan pengakuan masyarakat internasional terhadap peran dan sumbangan Indonesia selama ini dalam upaya menciptakan keamanan dan perdamaian baik pada tingkat kawasan maupun global.”
Di sisi lain, Indonesia dapat “memberikan warna” terhadap kerja Dewan Keamanan, termasuk dalam menentukan prioritas, pendekatan serta upaya reformasi kerja Dewan Keamanan. Itu mengingat posisi Indonesia sebagai salah satu anggota yang mewakili kawasan Asia dan sekaligus wakil dari negara berkembang dan berpenduduk mayoritas muslim.
Statusnya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB dapat menjadi peluang bagi Duta Besar Rezlan dan para diplomatnya untuk lebih mudah menyampaikan kepentingan Indonesia ke sesama anggota, terutama mereka yang memiliki hak veto, dalam menyikapi masalah-masalah keamanan dunia yang selama ini menjadi perhatian utama Indonesia, mulai dari perwujudan negara Palestina merdeka hingga penerapan kesepakatan perlucutan senjata nuklir.
Reformasi DK-PBB
Namun, yang patut ditunggu adalah seberapa jauh para diplomat Indonesia nanti dapat mengakomodasi kepentingan Indonesia dan negara-negara berkembang di Dewan Keamanan PBB, yang justru lebih penting dari sekadar mengatasi konflik di negara-negara lain, yaitu bagaimana mereformasi Dewan Keamanan. Itu karena Dewan Keamanan PBB sudah sejak lama dikritik hanya milik lima negara anggota tetap dengan mengabaikan peranan 10 anggota tidak tetap saat menghadapi keputusan-keputusan penting, yang ironisnya lebih banyak menyangkut negara-negara berkembang.
Oleh karena itu, para pemimpin sejumlah negara anggota PBB, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada awal 2005 telah membentuk jaringan informal yang menyerukan agar keanggotaan tetap Dewan Keamanan PBB perlu diperluas, terutama dengan mengikutsertakan satu atau dua negara berkembang. Apalagi dalam lima tahun terakhir, perang melawan terorisme turut menjadi perhatian khusus Dewan Keamanan PBB.
Ironisnya, tidak ada satu pun negara muslim atau negara yang memiliki penduduk muslim terbesar memiliki peranan signifikan dalam dewan dunia tersebut. Padahal, sasaran perang melawan terorisme lebih sering terjadi di negara-negara Islam sehingga memunculkan stigma negatif yang berbahaya bahwa perang melawan terorisme tiada bedanya dengan perang antara Barat dengan Islam.
Singkat kata, masih ada ironi bahwa – merujuk komposisi antara anggota tetap dan tidak tetap – keanggotaan Dewan Keamanan PBB belumlah merata dan mewakili aspirasi semua negara. Maka ini menjadi tugas berat bagi Duta Besar Rezlan menghapus ironi tersebut dengan gencar melobi ke sesama anggota demi terwujudnya reformasi Dewan Keamanan PBB. Bila terwujud, keanggotaan Indonesia di Dewan Keamanan PBB sungguh membawa manfaat strategis tidak hanya bagi Indonesia, namun juga bagi banyak negara yang kepentingannya tidak terwakili di lembaga keamanan dunia tersebut.
sumber : http://haris-adiyatma.blogspot.com/2012/02/peranan-indonesia-terhadap-aseanpbbkaa.html
0 komentar:
Posting Komentar